Subscribe:

Balap Karung GP

.
.


Matahari mulai menampakkan sinarnya. Kicauan burung seolah memanggilku untuk segera bangun dari mimpi nakalku. “Kriiing” alarm handphone ku berbunyi dengan kerasnya di samping telinga. Lekaslah pada saat itu aku terbangun seraya berkata “Gottverdammt”. Aku pun lalu mematikan alarm tersebut dan tak sengaja melihat ke layar handphone ku kalau ternyata sekarang tanggal 17 Agustus. Yah.. biasanya pada tanggal tersebut setiap warga Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan dengan mengadakan lomba-lomba yang seru, salah satunya di daerah tempat tinggalku.

            Aku pun bergegas diri dan bersiap untuk mengisi Agustusan tersebut dengan mengikuti berbagai lomba. Banyak lomba yang dipertandingkan. Ada lomba makan kerupuk, joget dengan balon, memasukkan belut, pukul kendi, panjat pinang, dll. Tapi ada lomba yang menarik perhatianku pada saat itu, yaitu Balap Karung GP. Emang sih namanya agak sedikit aneh. Udah kaya balapan motor yang di TV aja, haha.
            Balap Karung GP ini sama seperti balap karung yang biasanya dilakukan saat agustusan. Hanya saja sirkuitnya cukup jauh –cielah sirkuit-. Aku pun mendaftarkan diri untuk mengikuti balapan tersebut. Aku mendatangi panitia tersebut dan menuliskan identitasku di sebuah buku yang ada di meja panitia tersebut. Pada saat itu baru 10 orang yang daftar dan dilihat-lihat “Ebuset dah,” (dengan logat betawi)  sempat terkejut juga pada saat itu ada beberapa finalis perempuan ikut balapan ini juga. Wah wah kalo sampai kalah harga diri mau diletakkan dimana coy!

            Kebetulan waktu itu aku mendapat giliran ronde kedua. Aku pun mengajak teman-temanku Fariz dan Rizky untuk mengikuti event ini. Temanku, Fariz, tadinya tidak mau ikut. Karena menurut dia cuma bikin pegel kaki doang. Memang benar apa yang dikatakan Fariz tetapi pada kenyataannya nih anak memang tidak pernah mengikuti lomba-lomba agustusan ini. Maklumlah anak mami papi bawaannya pasti selalu males. Berbeda dengan Rizky, walaupun anak mami papi juga tapi dia mau ikut kalau diajak (Ingat: Kalau diajak).
***

            Akhirnya yang ditunggu-tunggu pun tiba. Giliran ronde kedua yang akan balapan yaitu giliranku. Aku pun masuk kedalam karung. Awalnya sih merasa pede ikut lomba ini. Eh pas di TKP ternyata “Dag Dig Dug Der!” serasa jantung dipukul oleh Travis Barker layaknya drum milik dia sendiri karena di sepanjang tepi jalan terhampar masyarakat yang antusias ingin melihat lomba tersebut. Dengan wajah keringatan dan mencoba untuk tenang dengan mengambil napas pelan-pelan seraya berdoa. Akhirnya rasa gugup itu hilang. Pluit start pun berbunyi “Priitt” semua finalis loncat-loncatan seperti pocong yang kepanasan dengan muka berkeringat. Ada salah satu finalis mengalami kecelakan. Maksudnya dia tabrakan dengan finalis lainnya dan keluar dari lintasan. Ada pula yang kehabisan bensin (haus) sehingga dia perlu diisi ulang alias minum didalam lintasan.

            Aku terus meloncat dan meloncat seperti tomcat yang sedang dapet undian dengan muka kaya orang sedang poop di toilet. “Aduh sial cape banget, Where’s the water? Where!!!” ujarku dalam hati. Akhirnya tidak jauh dari tempatku berada. Ada tempat peristirahatan, disitu aku minum 3 gelas susu coklat dan lanjut melompat-lompat. Aku pun terus melompat dan melompat hingga akhirnya melihat garis finish. Aku yang pada saat itu berebut posisi pertama dengan salah satu finalis yang tampangnya maho eh maaf macho tersebut berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai garis finish. Hingga kami berdua  adu body dan berakhir dengan kemenangan si macho tersebut dan luka kecil pada lengan kiri ku.

            Yah.. itulah perlombaan. Ada yang menang dan ada yang kalah. Jangan beranggapan remeh pada suatu hal yang kita belum ketahui apa itu. Kita harus berpikir bagaimana caranya kita bisa melakukannya dengan baik dan kita sendiri enjoy dengan hal itu. Jangan juga terlalu memaksa diri untuk memenangkan suatu perlombaan. Kita sudah menampilkan yang terbaik itu sudah jauh lebih dari cukup. Ingat! Pemenang Sejati adalah dia yang mampu menerima kekalahannya dan dapat menampilkan yang terbaik yang dia bisa. Itu..

Pelangi Persahabatan

.
.


Pelangi? Siapa sih yang tidak mengenal pelangi? Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu ini merupakan fenomena alam yang sangat indah dan membuat siapapun yang melihatnya merasa bahagia. Begitu pun denganku, pelangi terakhir yang kulihat adalah saat perpisahaan dengan sahabatku. Ya, kisah ini bermula saat aku duduk di bangku sekolah menengah pertama, karena di masa itulah aku mulai mengenal persahabatan.
            Kriiing” alarm pun berbunyi dan membangunkanku dari tidur lelapku. Hari ini adalah hari dimana pertama kali aku menduduki bangku SMP. Aku pun bangun dan lekas mandi. Setelah itu, aku pun bergegas untuk pergi ke sekolah.
“Mah, aku berangkat yaa” Sapaku sambil mengambil tas
“Iya, hati-hati, Nak. Jangan lupa bawa payung, mau hujan.” Ujar mamaku
Memang benar, hari ini cuacanya sedikit mendung. Aku pun lekas mengambil payung yang berada di teras rumah.
            Sesampainya di sekolah, aku melihat pengumuman pembagian kelas. Yeah, aku mendapatkan kelas 7-2 dan ternyata disana juga ada teman SD ku, Fariz. Aku pun pergi menuju kelasku tersebut dan duduk disamping Fariz.
            Teng.. Teng.. Teng” Bel sekolah pun berbunyi dan seluruh siswa pun berbaris di lapangan upacara untuk pengarahan masa orientasi siswa. Di pertengahan acara, tiba-tiba hujan turun dan kepala sekolah memerintahkan seluruh siswa masuk ke kelas mereka masing-masing. Aku dan semua siswa yang lain pun berlari. Hingga sesampainya disuatu genangan air, tiba-tiba kakiku tersandung batu dan aku pun terjatuh, “Bluk”. Basalah baju dan celanaku pada saat itu. Semua siswa yang melihatku pada tertawa terbahak-bahak dan mengejekku. Seketika datanglah seorang pria, wajahnya tak asing bagiku, dia lalu menolongku.
“Eh, lu gak apa apa” Kata dia sambil mengangkatkan untuk bangun
“Iya, gak apa apa ko. Thank you yaa.” Jawabku
“Oya, lu kelas berapa” Tanya dia
“Kelas 7, 7-2” Balasku
“Wah, kalau gitu kita sekelas dong, haha” Canda dia
 Aku pun diantar masuk ke kelas olehnya. Dan ternyata dia duduk di depanku. Kami pun akhirnya mengobrol. Usut punya usut ternyata namanya Rizky. Dia anak yang pintar semasa SDnya. 10 menit setelah obrolanku dengan Rizky, datanglah Fariz dengan wajah bertanya-tanya.
“Lah lu kenapa, Ded? Celana lu ko basah terus make kaos putih doang lagi?” Tanya Fariz
“Gua tadi jatuh Riz di genangan air depan yang gede itu tuh” Jawabku sambil menunjuk
“Jiah kaya anak kecil aja lu jatuh, haha” Fariz pun tertawa
“Au ah!” Jawabku bete
Aku pun memperkenalkan si Fariz dengan si Rizky. Alhasil kita bertiga menjadi sangat akrab.
            Hujan yang begitu lebat akhirnya reda juga. Selang beberapa menit, terjadilah pelangi. Seluruh siswa keluar dan menyaksikan fenomena yang indah tersebut. Pelangi ini adalah pelangi pertama yang kulihat secara langsung, begitu pun dengan si Fariz dan Rizky.
            Hari demi hari. Persahabatan kami pun semakin erat. Canda tawa bersama, belajar bersama, pergi ke kantin bersama, contek-contekan bahkan pergi ke sekolah bersama. Hingga pernah suatu ketika, kami telat pergi ke sekolah karena cuaca saat itu sedang hujan lebat. Rizky dan aku saat itu berada di pangkalan angkot tempat kami biasa berkumpul untuk pergi sekolah bersama. Kami berdua sedang menunggu Fariz yang terjebak hujan di tengah perjalan ke tempat tersebut. Sesampainya Fariz disana, baju seragamnya basah dan akhirnya dia melepas seragamnya dan hanya memakai kaos putih. Aku dan Rizky pun ikut melepas pakaian seragam dan hanya memakai kaos putih yang kami kenakan. Ya, karena bagi kami kebersamaan adalah nomor satu dalam persahabatan.
            Sesampainya di sekolah, kami pun mendapatkan hukuman karena telat 30 menit masuk sekolah. Kami pun disuruh membersihkan lantai yang becek akibat hujan yang lebat tersebut. Sangat melelahkan dan memalukan. Tapi semua itu terasa hilang jika kita melakukannya bersama sahabat.
            Hari pun berubah menjadi bulan dan bulan pun menjadi tahun. Tak terasa kebersamaan kami pun sudah 3 tahun lamanya. Detik-detik menjelang sebelum ujian nasional merupakan hal yang paling mendebarkan. Karena seminggu sebelum ujian nasional, hujan turun begitu lebatnya hingga banjir melanda tempat tinggalku. Bahkan gemuruh petir dan cetaran membahana kilat mengganggu belajarku. Tapi semua itu telah berlalu dan aku sangat bersyukur karena pada saat ujian nasional hujan tidak turun walaupun cuaca sedikit mendung.
            Tibalah masa akhir putih biru. Biasanya sekolah-sekolah mengadakan jalan-jalan. Sekolah aku pun demikian. Akan tetapi jalan-jalan di sekolahku dibagi perkelas. Jadi setiap kelas mengadakan jalan-jalan sendiri. Nah, kelas ku memilih jalan-jalan pergi ke Tangkuban Perahu.
            Hari yang ditunggu pun tiba. Aku, Fariz dan Rizky serta teman-teman sekelas yang lain pun sudah siap di bis. Kami pun berangkat. Disepanjang jalan kami terus bernyanyi. Setibanya disana, cuaca menjadi tidak begitu bersahabat. Awan kumulus hitam menyelimuti langit-langit diatas dan setetes demi setetes air hujan pun turun. Kami semua pergi berlindung mencari tempat teduh. Setelah hujan yang tidak begitu lebat tersebut sudah cukup reda. Kami pun melanjutkan perjalan menuju tempat peristirahatan. Sesampainya disana, aku, Fariz dan Rizky pergi jalan-jalan keluar sebelum kami semua pergi ke Tangkuban Perahu. Kami bertiga pergi mengitari tempat penginapan, hingga sampailah disebuah kebun jeruk. Ada seorang pria sedang memetik jeruk-jeruk tersebut dan kami pun menghampirinya. Ternyata beliau adalah pemilik kebun tersebut dan kami pun diperbolehkan membantu beliau.
            Hari pun menjelang sore, kami pun lekas pergi ke tempat penginapan. Ditengah perjalanan, turunlah hujan. Kami bertiga pun, lari mencari tempat teduh. Dengan pakaian yang basah kuyup dan kaki kotor yang terkena cipratan sandal pada saat lari tersebut akhirnya menemukan tempat teduh dibawah pohon besar. Beruntungnya hujan tersebut tidak disertai petir dan kilat karena pada saat itu matahari masih bersinar dengan terangnya. Di tempat teduh tersebut kami mengobrol tentang kemana kita setelah lulus nanti. Aku terkejut ternyata kami berbeda tujuan. Aku mengambil sekolah kejuruan di Jakarta, Fariz mengambil sekolah pelayaran sedangkan Rizky akan bersekolah di Jogja. Kami bertiga pun berjanji bahwa akan bertemu kembali dalam keadaan sukses dan kenangan persahabatan ini tak akan dilupakan. Setelah lama menunggu akhirnya hujan pun cukup reda. Aku terpanah saat melihat ke langit. Suasana sore hari ditemani dengan tetesan kecil air hujan dan suara sekumpulan burung yang sedang terbang melengkapi pandangan ku saat itu. Ya, saat itu aku melihat pelangi. Aku pun memberitahukan kepada Fariz dan Rizky,
“Eh, Riz, Ky, coba deh lihat ke atas” Pintaku
“Ada apa? Wow!” Ujar Fariz dengan kagum
“Wow! Indah sekali langitnya” Kagum Rizky
Sungguh pemandangan di sore hari itu sangat indah. Pelangi ini pun membuat ku teringat pada saat pertama kali kami bertiga menjalin persahabatan. Aku pun berkata kepada mereka berdua, “Sejauh apapun kita, dimana pun kita berada. Saat kita melihat pelangi, ingatlah persahabatan dan kebersamaan kita yaa, kawan”. Fariz dan Rizky pun terharu dan mata mereka berkaca-kaca.
Bantu kami dalam membangun Blog ini dengan mengklik Iklan dibawah. 1 Klik saja sangat berarti bagi kami. Terima Kasih






Hi guys.. welcome to my blog. In this blog available information for you. hopefully it is useful